seorang istri karena tidak puas dengan
seks yang didapatkan dari suaminya. Sehingga ia mendambakan ngeseks
bersama pria lain yang usianya jauh lebih matang. Keinginan itu akhirnya
tercapai, dan terjadikan cerita dewasa selingkuh yang ceritanya bisa
anda simak dibawah ini!
Aku tinggal di kompleks perumahan BTN di
Jakarta. Suamiku termasuk orang yang selalu sibuk. Sebagai arsitek
swasta, tugasnya boleh dibilang tidak kenal waktu. Walaupun dia sangat
mencintaiku, bahkan mungkin memujaku, aku sering kesepian. Aku sering
sendirian dan banyak melamun membayangkan betapa hangatnya dalam sepi
itu Mas Adit, begitu nama suamiku, ngeloni aku. Saat-saat seperti itu
membuat libidoku naik. Dan apabila aku nggak mampu menahan gairah
seksualku, aku ambil buah ketimun yang selalu tersedia di dapur. Aku
melakukan masturbasi membayangkan dientot oleh seorang lelaki, yang
tidak selalu suamiku sendiri, hingga meraih kepuasan.
Yang sering hadir dalam khayalan seksualku justru Pak Parno, Pak RT di
kompleks itu. Walaupun usianya sudah di atas 55 tahun, 20 tahun di atas
suamiku dan 27 tahun di atas umurku, kalau membayangkan Pak Parno ini,
aku bisa cepat meraih orgasmeku. Bahkan saat-saat aku bersebadan dengan
Mas Aditpun, tidak jarang khayalan seksku membayangkan seakan Pak
Parnolah yang sedang menggeluti aku. Aku nggak tahu kenapa. Tetapi
memang aku akui, selama ini aku selalu membayangkan kemaluan lelaki yang
gedee banget. Nafsuku langsung melonjak kalau khayalanku nyampai ke
sana. Dari tampilan tubuhnya yang tetap kekar dan kokoh walaupun tua,
aku bayangkan kontol Pak Parno juga kekar dan kokoh. Gede, panjang dan
pasti tegar dilingkari dengan urat-urat di sekeliling batangnya.
Ooohh.., betapa nikmatnya dientot kontol macam itu.
Di kompleks itu, di antara ibu-ibu atau
istri-istri, aku merasa akulah yang paling cantik. Dengan usiaku yang 28
tahun, tinggi 158 cm dan berat 46 kg, orang-orang bilang tubuhku sintal
banget. Mereka bilang aku seperti Sarah Ashari, selebrity cantik yang
binal adik dari Ayu Ashari bintang sinetron. Apalagi kalau aku sedang
memakai celana jeans dengan blus tipis yang membuat buah dadaku yang
cukup besar membayang. Hatiku selangit mendengar pujian mereka ini..
Pada suatu ketika, tetangga kami punya
hajatan, menyunatkan anaknya. Biasa, kalau ada tetangga yang punya
kerepotan, kami se-RT rame-rame membantu. Apa saja, ada yang di dapur,
ada yang ngurus pelaminan, ada yang bikin hiasan atau menata makanan dan
sebagainya. Aku biasanya selalu kebagian bikin pelaminan. Mereka tahu
aku cukup berbakat seni untuk membuat dekorasi pelaminan itu. Mereka
selalu puas dengan hasil karyaku.
Aku menggunakan bahan-bahan dekorasi
yang biasanya aku beli di Pasar Senen. Pagi itu ada beberapa bahan yang
aku butuhkan belum tersedia. Di tengah banyak orang yang pada sibuk
macam-macam itu, aku bilang pada Mbak Surti, yang punya hajatan, untuk
membeli kekurangan itu.
‘Kebetulan Bu Mar, tuh Pak Parno mau ke
Senen, mbonceng saja sama dia’, Bu Kasno nyampaikan padaku sambil nunjuk
Pak Parno yang nampak paling sibuk di antara bapak-bapak yang lain.
‘Emangnya Pak Parno mau cari apaan?, aku nanya.
‘Inii, mau ke tukang tenda, milih bentuk tenda yang mau dipasang nanti sore. Sama sekalian sound systemnya’, Pak Parno yang terus sibuk menjawab tanpa menengok padaku.
‘Iyaa deh, aku pulang bentar ya Pak Parno, biar aku titip kunci rumah buat Mas Adit kalau pulang nanti’. Segalanya berjalan seperti air mengalir tanpa menjadikan perhatian pada orang-orang sibuk yang hadir disitu.
‘Emangnya Pak Parno mau cari apaan?, aku nanya.
‘Inii, mau ke tukang tenda, milih bentuk tenda yang mau dipasang nanti sore. Sama sekalian sound systemnya’, Pak Parno yang terus sibuk menjawab tanpa menengok padaku.
‘Iyaa deh, aku pulang bentar ya Pak Parno, biar aku titip kunci rumah buat Mas Adit kalau pulang nanti’. Segalanya berjalan seperti air mengalir tanpa menjadikan perhatian pada orang-orang sibuk yang hadir disitu.
Sekitar 10 menit kemudian, dengan celana
jeans dan blus kesukaanku, aku sudah duduk di bangku depan, mendampingi
Pak Parno yang nyopirin Kijangnya. Udara AC di mobil Pak Parno nyaman
banget sesudah sepagi itu diterpa panasnya udara Jakarta. Pelan-pelan
terdengar alunan dangdut dari radio Mara yang terdapat di mobil itu.
Saat itu aku jadi ingat kebiasaanku
mengkhayal. Dan sekarang ini aku berada dalam mobil hanya berdua dengan
Pak Parno yang sering hadir sebagai obyek khayalanku dalam hubungan
seksual. Tak bisa kutahan, mataku melirik ke arah selangkangan di bawah
kemudi mobilnya. Dia pakai celana drill coklat muda. Aku lihat di arah
pandanganku itu nampak menggunung. Aku nggak tahu apakah hal itu biasa.
Tetapi khayalanku membayangkan itu mungkin kontolnya yang gede dan
panjang.
Saat aku menelan ludahku membayangkan
apa di balik celana itu, tiba-tiba tangan Pak Parno nyelonong menepuk
pahaku. ‘Dik Marini mau beli apaan? Di Senen sebelah mana?’, sambil dia
sertai pertanyaan ini dengan nada ke-bapak-an.
Dan aku bener-bener kaget lho. Aku nggak pernah membayangkan Pak RT ini kalau ngomong sambil meraba yang di ajak ngomong.
‘Kertas emas dan hiasan dinding, Pak. Di sebelah toko mainan di pasar inpress ituu..’, walaupun jantungku langsung berdegup kencang dan nafasku terasa sesak memburu, aku masih berusaha se-akan-akan tangan Pak Parno di pahaku ini bukan hal yang aneh.
Tetapi rupanya Pak Parno nggak berniat mengangkat lagi tangannya dari pahaku, bahkan ketika dia jawab balik, ‘Ooo, yyaa.. aku tahu ..’, tangannya kembali menepuk-nepuk dan digosok-gosokkanya pada pahaku seakan sentuhan bapak yang melindungi anaknya.
Dan aku bener-bener kaget lho. Aku nggak pernah membayangkan Pak RT ini kalau ngomong sambil meraba yang di ajak ngomong.
‘Kertas emas dan hiasan dinding, Pak. Di sebelah toko mainan di pasar inpress ituu..’, walaupun jantungku langsung berdegup kencang dan nafasku terasa sesak memburu, aku masih berusaha se-akan-akan tangan Pak Parno di pahaku ini bukan hal yang aneh.
Tetapi rupanya Pak Parno nggak berniat mengangkat lagi tangannya dari pahaku, bahkan ketika dia jawab balik, ‘Ooo, yyaa.. aku tahu ..’, tangannya kembali menepuk-nepuk dan digosok-gosokkanya pada pahaku seakan sentuhan bapak yang melindungi anaknya.
Ooouuiihh.. aku merasakan kegelian yang
sangat, aku merasakan desakan erotik, mengingat dia selalu menjadi obyek
khayalan seksualku. Dan saat Pak Parno merabakan tangannya lebih ke
atas menuju pangkal pahaku, reaksi spontanku adalah menurunkan kembali
ke bawah. Dia ulangi lagi, dan aku kembali menurunkan. Dia ulangi lagi
dan aku kembali menurunkan. Anehnya aku hanya menurunkan, bukan
menepisnya. Yang aku rasakan adalah aku ingin tangan itu memang tidak
diangkat dari pahaku. Hanya aku masih belum siap untuk lebih jauh.
Nafasku yang langsung tersengal dan jantungku yang berdegap-degup
kencang belum siap menghadapi kemungkinan yang lebih menjurus.
Pak Parno mengalah. Tetapi bukan
mengalah bener-bener. Dia tidak lagi memaksakan tangannya untuk
menggapai ke pangkal pahaku, tetapi dia rubah. Tangan itu kini meremasi
pahaku. Gelombang nikmat erotik langsung menyergap aku. Aku mendesah
tertahan. Aku lemes, tak punya daya apa-apa kecuali membiarkan tangan
Pak Parno meremas pahaku. ‘Dik Maarr..’, dia berbisik sambil menengok ke
aku.
Tiba-tiba di depan melintas bajaj,
memotong jalan. Pak Parno sedikit kaget. Otomatis tangannya melepas
pahaku, meraih presnelling dan melepas injakan gas. Kijang ini seperti
terangguk. Sedikit badanku terdorong ke depan. Selepas itu tangan Pak
Parno dikonsentrasikan pada kemudi. Jalanan ke arah Senen yang macet
membuat sopir harus sering memindah presnelling, mengerem, menginjak gas
dan mengatur kemudi. Aku senderkan tubuhku ke jok. Aku nggak banyak
ngomong. Aku kepingin tangan Pak Parno itu kembali ke pahaku. Kembali
meremasi. Dan seandainya tangan itu merangkak ke pangkal pahaku akan
kubiarkan. Aku menjadi penuh disesaki dengan birahi. Mataku kututup
untuk bisa lebih menikmati apa yang barusan terjadi dan membiarkan
pikiranku mengkhayal.
Benar. Sesudah jalanan agak lancar,
tangan Pak Parno kembali ke pahaku. Aku benar-benar mendiamkannya. Aku
merasakan kenikmatan jantungku yang terpacu dan nafasku yang menyesak
dipenuhi rangsangan birahi. Langsung tangan Pak Parno meremasi pahaku.
Dan juga naik-naik ke pangkal pahaku. Tanganku menahan tangannya. Eeeii
malahan ditangkapnya dan diremasinya. Dan aku pasrah. Aku merespon
remasannya. Rasanya nikmat untuk menyerah pada kemauan Pak Parno. Aku
hanya menutup mata dengan tetap bersender di jok sambil remasan di
tangan terus berlangsung.
Sekali aku nyeletuk,
‘N’tar dilihat orang Pak’,
‘Ah, nggaakk mungkin, kacanya khan gelap. Orang nggak bisa melihat ke dalam’, aku percaya dia.
Sesudah beberapa saat rupanya desakan birahi pada Pak Parno juga menggelora,
‘Dik Mar.. kita jalan-jalan dulu mau nggak?’, dia berbisik ..
‘Kemana..?’, pertanyaanku yang aku sertai harapan hatiku ..
‘Ada deh.. Pokoknya Dik Mar mau khan..’.
‘Terserah Pak Parno.., Tapinya n’tar ditungguin orang-orang .., n’tar orang-orang curiga .. lho’.
‘Iyaa, jangan khawatirr.., paling lama sejamlah.’, sambil Pak Parno mengarahkan kemudinya ke tepi kanan mencari belokan ke arah balik. Aku nggak mau bertanya, mau ngapain ‘sejam’??
‘N’tar dilihat orang Pak’,
‘Ah, nggaakk mungkin, kacanya khan gelap. Orang nggak bisa melihat ke dalam’, aku percaya dia.
Sesudah beberapa saat rupanya desakan birahi pada Pak Parno juga menggelora,
‘Dik Mar.. kita jalan-jalan dulu mau nggak?’, dia berbisik ..
‘Kemana..?’, pertanyaanku yang aku sertai harapan hatiku ..
‘Ada deh.. Pokoknya Dik Mar mau khan..’.
‘Terserah Pak Parno.., Tapinya n’tar ditungguin orang-orang .., n’tar orang-orang curiga .. lho’.
‘Iyaa, jangan khawatirr.., paling lama sejamlah.’, sambil Pak Parno mengarahkan kemudinya ke tepi kanan mencari belokan ke arah balik. Aku nggak mau bertanya, mau ngapain ‘sejam’??
Persis di bawah jembatan penyeberangan
dekat daerah Galur, Pak Parno membalikkan mobilnya kembali menuju arah
Cempaka Putih. Ah.. Pak Parno ini pasti sudah biasa begini. Mungkin sama
ibu-ibu atau istri-istri lainnya. Aku tetap bersandar di jok sambil
menutup mataku pura-pura tiduran. Dengan penuh gelora dan deg-degan
jantungku, aku menghadapi kenyataan bahwa beberapa saat lagi, mungkin
hanya dalam hitungan menit, akan mengalami saat-saat yang sangat
menggetarkan. Saat-saat seperti yang sering aku khayalkan. Aku nggak
bisa lagi berpikir jernih. Edan juga aku ini.., apa kekurangan Mas Adit,
kenapa demikian mudah aku menerima ajakan Pak Parno ini. Bahkan
sebelumnya khan belum pernah sekalipun selama 8 tahun pernikahan aku
disentuh apalagi digauli lelaki lain.
Yang aku rasakan sekarang ini hanyalah
aku merasa aman dekat Pak Parno. Pasti dia akan menjagaku, melindungiku.
Pasti dia akan mengahadpi aku dengan halus dan lembut. Bagaimanapun dia
adalah Pak RT kami yang selama ini selalu mengayomi warganya. Pasti dia
nggak akan merusak citranya dengan perbuatan yang membuat aku sakit
atau terluka. Dan rasanya aku ingin banget bisa melayani dia yang selama
ini selalu jadi obyek khayalan seksualku. Biarlah dia bertindak sesuatu
padaku sepuasnya. Dan juga aku ingin merasakan bagaimana dia memuaskan
aku pula sesuai khayalanku.
Agu gemetar hebat. Tangan-tanganku gemetar. Lututku gemetar. Kepalaku terasa panas. Darah yang naik ke kekepalaku membuat seakan wajahku bengap. Dan semakin kesana, semakin aku nggak bisa mencabut persetujuanku atas ajakan ‘jalan-jalan dulu’ Pak Parno ini.
Agu gemetar hebat. Tangan-tanganku gemetar. Lututku gemetar. Kepalaku terasa panas. Darah yang naik ke kekepalaku membuat seakan wajahku bengap. Dan semakin kesana, semakin aku nggak bisa mencabut persetujuanku atas ajakan ‘jalan-jalan dulu’ Pak Parno ini.
Tiba-tiba mobil terasa membelok ke
sebuah tempat. Ketika aku membuka mata, aku lihat halaman yang asri
penuh pepohonan. Di depan mobil nampak seorang petugas berlarian
menuntun Pak Parno menuju ke sebuah garasi yang terbuka. Dia acungkan
tangannya agar Pak Parno langsung memasuki garasi berpintu rolling door
itu, yang langsung ditutupnya ketika mobil telah yakin berada di dalam
garasi itu dengan benar. Sedikit gelap. Ada cahaya kecil di depan.
Ternyata lampu di atas sebuah pintu yang tertutup. Woo.. aku agak panik
sesaat. Tak ada jalan untuk mundur. Kemudian kudengar Pak Parno
mematikan mesin mobilnya.
‘Nyampai Dik Mar ..’,
‘Di mana ini Pak ..?’, terus terang aku nggak tahu di mana tempat yang Pak Parno mengajak aku ini. Tetapi aku yakin inilah jenis ‘motel’ yang sering aku dengar dari temen-temen dalam obrolan-obrolan porno dalam arisan yang diselenggarakan ibu-ibu kompleks itu.
Pak Parno tidak menjawab pertanyaanku, tetapi tangannya langsung menyeberang melewati pinggulku untuk meraih setelan jok tempat dudukku. Jok itu langsung bergerak ke bawah dengan aku tergolek di atasnya. Dan yang kurasakan berikutnya adalah bibir Pak Parno yang langsung mencium mulutku dan melumat. Uh uh uh .. Aku tergagap sesaat.. sebelum aku membalas lumatannya. Kami saling melepas birahi. Aku merasakan lidahnya menyeruak ke rongga mulutku. Dan reflekku adalah mengisapnya. Lidah itu menari-nari di mulutku. Bau lelaki Pak Parno menyergap hidungku. Beginilah rasanya bau lelaki macam Pak Parno ini. Bau alami tanpa parfum sebagaimana yang sering dipakai Mas Adit. Bau Pak RT yang telah 55 tahun tetapi tetap memancarkan kelelakian yang selama ini selalu menyertai khayalanku saat masturbasi maupun saat aku disebadani Mas Adit. Bau yang bisa langsung menggebrak libidoku, sehingga nafsu birahiku lepas dengan liarnya saat ini..
‘Di mana ini Pak ..?’, terus terang aku nggak tahu di mana tempat yang Pak Parno mengajak aku ini. Tetapi aku yakin inilah jenis ‘motel’ yang sering aku dengar dari temen-temen dalam obrolan-obrolan porno dalam arisan yang diselenggarakan ibu-ibu kompleks itu.
Pak Parno tidak menjawab pertanyaanku, tetapi tangannya langsung menyeberang melewati pinggulku untuk meraih setelan jok tempat dudukku. Jok itu langsung bergerak ke bawah dengan aku tergolek di atasnya. Dan yang kurasakan berikutnya adalah bibir Pak Parno yang langsung mencium mulutku dan melumat. Uh uh uh .. Aku tergagap sesaat.. sebelum aku membalas lumatannya. Kami saling melepas birahi. Aku merasakan lidahnya menyeruak ke rongga mulutku. Dan reflekku adalah mengisapnya. Lidah itu menari-nari di mulutku. Bau lelaki Pak Parno menyergap hidungku. Beginilah rasanya bau lelaki macam Pak Parno ini. Bau alami tanpa parfum sebagaimana yang sering dipakai Mas Adit. Bau Pak RT yang telah 55 tahun tetapi tetap memancarkan kelelakian yang selama ini selalu menyertai khayalanku saat masturbasi maupun saat aku disebadani Mas Adit. Bau yang bisa langsung menggebrak libidoku, sehingga nafsu birahiku lepas dengan liarnya saat ini..
Sambil melumat, tangan-tangan Pak Parno
juga merambah tubuhku. Jari-jarinya melepasi kancing-kancing blusku.
Kemudian kurasakan remasan jari kasar pada buah dadaku. Uuiihh .. tak
tertahankan. Aku menggelinjang. Menggeliat-geliat hingga pantatku
naik-naik dari jok yang aku dudukin disebabkan gelinjang nikmat yang
dahsyat. Sekali lagi aku merasa edaann .. aku digeluti Pak RT ku.
Bibir Pak Parno melumatku, dan aku
menyambutnya dengan penuh kerelaan yang total. Akulah yang sesungguhnya
menantikan kesempatan macam ini dalam banyak khayalan-khayalan erotikku.
Ohh .. Pak Parnoo .. Tolongin akuu Pakee .. Puaskanlah menikmati
tubuhkuu ..Paak, .. semua ini untuk kamu Paak .. Aku hauss .. Paak ..
Tulungi akuu Paakk.
‘Kita turun yok Dik Mar .., kita masuk dulu ..’, Pak Parno menghentikan lumatannya dan mengajak aku memasuki motel ini.
Begitu masuk kudengar telpon berdering. Rupanya dari kantor motel itu. Pak Parno menanyakan aku mau minum apa, atau makanan apa yang aku inginkan yang bisa diantar oleh petugas motel ke kamar. Aku terserah Pak Parno saja. Aku sendiri buru-buru ke kamar kecil yang tersedia. Aku kebelet pengin kencing.
Begitu masuk kudengar telpon berdering. Rupanya dari kantor motel itu. Pak Parno menanyakan aku mau minum apa, atau makanan apa yang aku inginkan yang bisa diantar oleh petugas motel ke kamar. Aku terserah Pak Parno saja. Aku sendiri buru-buru ke kamar kecil yang tersedia. Aku kebelet pengin kencing.
Saat kembali ke peraduan kulihat Pak
Parno sudah telentang di ranjang. Agak malu-malu aku masuk ke kamar
tidur ini, apalagi setelah melihat sosok tubuh Pak Parno itu. Dia
menatapku dari ekor matanya, kemudian memanggil, ‘Sini Dik Mar .. ‘, uh
uh .. Omongan seperti itu .. masuk ketelingaku pada saat macam begini
..aku merasakan betapa sangat terangsang seluruh syaraf-syaraf libidoku.
Aku, istri yang sama sekali belum pernah disentuh lelaki lain kecuali
suamiku, hari ini dengan edannya berada di kamar motel dengan seseorang,
yaitu Pak Parno, yang Pak RT kompleks rumahku, yang bahkan jauh lebih
tua dari suamiku, bahkan hampir 2 kali usiaku sendiri. Dan panggilanya
yang ..’Sini Dik Mar’, itu .. terasa sangat erotis di telingaku.
Aku inilah yang disebut istri nyeleweng.
Aku inilah istri yang selingkuh..uh uh uh .. Kenapa begitu dahsyat
birahi yang melandaku kini. Birahi yang didongkrak oleh pengertiannya
akan makna selingkuh dan aku tetap melangkah ke dalamnya. Birahi yang
dibakar oleh pengertian nyeleweng dan aku terus saja melanggarnya. Uhh
.. aku nggak mampu menjawab semuanya kecuali rasa pasrah yang menjalar
.. Dan saat aku rubuh ke ranjang itu, yang kemudian dengan serta merta
Pak Parno menjemputku dengan dekapan dan rengkuhan di dadanya, aku sudah
benar-benar tenggelam dalam pesona dahsyatnya istri yang nyeleweng dan
selingkuh, yang menunggu saat-saat lanjutannya yang akan dipenuhi
kenikmatan dan gelinjang yang pasti sangat hebat bagi istri penyeleweng
pemula macam aku ini.
‘Dik Mar .. Aku sudah lama merindukan
Dik Mar ini. Setiap kali aku lihat itu gambar bintang film Sarah Ashari
yang sangat mirip Dik Mar .. Hatiku selalu terbakar .. Kapann aku bisa
merangkul Dik Mar macam ini ..’.
Bukan main ucapan Pak Parno. Telingaku merasakan seperti tersiram air sejuk pegunungan. Berbunga-bunga mendengar pujian macam itu. Dan semakin membuat aku rela dan pasrah untuk digeluti Pak Parno yang gagah ini. Pak Parnoo ..Kekasihkuu.. Dia balik dan tindih tubuhku.
Bukan main ucapan Pak Parno. Telingaku merasakan seperti tersiram air sejuk pegunungan. Berbunga-bunga mendengar pujian macam itu. Dan semakin membuat aku rela dan pasrah untuk digeluti Pak Parno yang gagah ini. Pak Parnoo ..Kekasihkuu.. Dia balik dan tindih tubuhku.
Dia langsung melahap mulutku yang
gelagapan kesulitan bernafas. Dia masukkan tangannya ke blusku.
Dirangkulinya tubuhku, ditekankannya bibirnya lebih menekan lagi.
Disedotnya lidahku. Disedotnya sekaligus juga ludahku. Sepertinya aku
dijadikan minumannya. Dan sungguh aku menikmati kegilaannya ini.
Kemudian tangannya dia alihkan, meremasi kedua susuku yang kemudian
dilepaskannya pula. Ganti bibirnyalah yang menjemput susuku dan
puting-putingnya. Dia jilat dan sedotin habis-habisan. Dan yang datang
padaku adalah gelinjang dari saraf-sarafku yang meronta. Aku nggak mampu
menahan gelinjang ini kecuali dengan rintihan yang keluar dari mulutku
..Pakee ..Pakee .. Pakee ..ampun nikmattnya Pakee..
Tangannya yang lepas dari susuku turun
untuk meraih celana jeansku. Dilepasi kancing celanaku dan dibuka
resluitingnya. Tangannya yang besar dan kasar itu mendorongnya hingga
celanaku merosot ke paha. Kemudian tangan itu merogoh celana dalamku.
Aaaiiuuhh.. tak terperikan kenikmatan yang mendatangi aku. Aku tak mampu
menahan getaran jiwa dan ragaku. Saat-saat jari-jari kasar itu merabai
bibir kemaluanku dan kemudian meremasi kelentitku ..aku langsung
melayang ke ruang angkasa tak bertepi. Kenikmatan .. sejuta kenikmatan
.. ah .. Selaksa juta kenikmatan Pak Parno berikan padaku lewat
jari-jari kasarnya itu.
Jari-jari itu juga berusaha menusuk
lubang vaginaku. Aku rasakan ujungnya-unjungnya bermain di bibir lubang
itu. Cairan birahiku yang sudah menjalar sejak tadi dia toreh-toreh
sebagai pelumas untuk memudahkan masuknya jari-jarinya menembusi lubang
itu. Dengan bibir yang terus melumati susuku dan tangannya merangsek
kemaluanku dengan jari-jarinya yang terus dimainkan di bibir lubang
vaginaku ..Ohh.. kenapa aku ini ..Ooohh.. Mas Adit .. maafkanlah akuu ..
Ampunilahh .. istrimu yang nggak mampu mengelak dari kenikmatan tak
bertara ini .. ampunilah Mas Adit .. aku telah menyelewengg .. aku nggak
mampuu maass ..
Pak Parno terus menggumuli tubuhku.
Blusku yang sudah berantakan memudahkan dia merangsek ke ketiakku. Dia
jilati dan sedoti ketiakku. Dia nampak sekali menikmati rintihan yang
terus keluar dari bibirku. Dia nampaknya ingin memberikan sesuatu yang
nggak pernah aku dapatkan dari suamiku. Sementara jari-jarinya terus
menusuki lubang vaginaku. Dinding-dindingnya yang penuh saraf-saraf peka
birahi dia kutik-kutik, hingga aku serasa kelenger kenikmatan. Dan tak
terbendung lagi, cairan birahiku mengalir dengan derasnya.
Yang semula satu jari, kini disusulkan
lagi jari lainnya. Kenikmatan yang aku terimapun bertambah. Pak Parno
tahu persis titik-titik kelemahan wanita. Jari-jarinya mengarah pada
G-spotku. Dan tak ayal lagi. Hanya dengan jilatan di ketiak dan kobokan
jari-jari di lubang vagina aku tergiring sampai titik dimana aku nggak
mampu lagi membendungnya. Untuk pertama kali disentuh lelaki yang bukan
suamiku, Pak Parno berhasil membuatku orgasme.
Saat orgasme itu datang, kurangsek balik
Pak Parno. Kepalanya kuraih dan kuremasi rambutnya. Kupeluk tubuhnya
erat-erat dan kuhunjamkan kukuku ke punggungnya. Aku nggak lagi
memperhitungkan bagaimana luka dan rasa sakit yang ditanggung Pak Parno.
Pahaku menjepit tangannya, sementara pantatku mengangkat-angkat
menjemputi tangan-tangan itu agar jarinya lebih meruyak ke lubang
vaginaku yang sedang menanggung kegatalan birahi yang amat sangat.
Tingkahku itu semua terus menerus diiringi racau mulutku.
Dan saat orgasme itu memuncratkan cairan
birahiku aku berteriak histeris. Tangan-tanganku menjambret apa saja
yang bisa kuraih. Bantalan ranjang itu teraduk. Selimut tempat tidur itu
terangkat lepas dan terlempar ke lantai. Kakiku mengejang menahan
kedutan vaginaku yang memuntahkan spermaku. “Sperma” perempuan yang
berupa cairan-cairan bening yang keluar dari kemaluannya. Keringatku
yang mengucur deras mengalir ke mataku, ke pipiku, kebibirku. Kusibakkan
rambutku untuk mengurangi gerahnya tubuhku dalam kamar ber AC ini.
Saat telah reda, kurasakan tangan Pak
Parno mengusap-usap rambutku yang basah sambil meniup-niup dengan penuh
kasih sayang. Uh .. Dia yang ngayomi aku. Dia eluskan tangannya, dia
sisir rambutku dengan jari-jarinya. Hawa dingin merasuki kepalaku. Dan
akhirnya tubuhku juga mulai merasai kembali sejuknya AC kamar motel itu.
‘Dik Mar, Dik Mar hebat banget yaa hh..
Istirahat dulu yaa..?!, Saya ambilkan minum dulu yaahh ..’, suara Pak
Parno itu terasa menimbulkan rasa yang teduh. Aku nggak kuasa
menjawabnya. Nafasku masih ngos-ngosan. Aku nggak pernah menduga bahwa
aku akan mendapatkan kenikmatan sehebat ini. Kamar motel ini telah
menyaksikan bagaimana aku mendapatkan kenikmatan yang pertama kalinya
saat aku menyeleweng dari kesetiaanku pada Mas Adit suamiku untuk
disentuhi dan digumuli oleh Pak Parno, Pak RT kampungku, yang bahkan
juga sering jadi lawan main catur suamiku di saat-saat senggang. Mas
Adit .. Ooohh .. maass ..maafkanlah aakuu .. maass..
Sementara aku masih terlena di ranjang
dan menarik nafas panjang sesudah orgasmeku tadi, Pak Parno terus
menciumi dan ngusel-uselkan hidungnya ke pinggulku, perutku. Bahkan
lidah dan bibirnya menjilati dan menyedoti keringatku. Tangannya tak
henti-hentinya merabai selangkanganku. Aku terdiam. Aku perlu
mengembalikan staminaku. Mataku memandangi langit-langit kamar motel
itu. Menembusi atapnya hingga ke awang-awang. Kulihat Mas Adit sedang
sibuk di depan meja gambarnya, sebentar-sebentar stip Staedler-nya
menghapus garis-garis potlod yang mungkin disebabkan salah tarik.
Mungkin semua ini hanyalah soal
perlakuan. Hanyalah perlakuan Mas Adit yang sepanjang perkawinan kami
tidak sungguh-sungguh memperhatikan kebutuhan biologisku. Lihat saja Pak
Parno barusan, hanya dengan lumatan bibirnya pada ketiakku dan kobokkan
jari-jarinya yang menari-nari di kemaluanku, telah mampu memberikan
padaku kesempatan meraih orgasmeku. Sementara kamu Mas, setiap kali kamu
menggumuliku segalanya berjalan terlampau cepat, seakan kamu
diburu-buru oleh pekerjaanmu semata. Kamu peroleh kepuasanmu demikian
cepat.
Sementara saat nafsuku tiba dengan
menggelegak, Mas Adit sudah turun dari ranjang dengan alasan ada yang
harus diselesaikan, si anu sudang menunggu, atau si anu besok mau pergi
dan sebagainya. Kamu ternyata sekali sangat egois. Kamu biarkan aku
tergeletak menunggu sesuatu yang tak pernah datang. Menunggu Mas Adit
yang hanya memikirkan kebutuhannya sendiri. Yang aku nggak tahu kapan
itu datangnya .. Sepertinya aku menunggu Godotku .., menunggu sesuatu
yang aku tahu nggak akan pernah datang padaku ..
‘Dik Marni capek ya ..’, bisikkan Pak Parno membangunkan aku dari lamunan.
‘Nggak Pak. Lagi narik napas saja .. Tadi koq nikmat banget yaa .., sedangkan Pak Parno belum ngapa-apain padaku .. Pakee .. Pak Parno juga hebat lhoo .. Baru di utik-utik saja aku sudah kelabakkan .. Hi hi hi ..’, aku berusaha membesarkan hati Pak Parno yang telah memberikan kepuasan tak terhingga ini.
‘Nggak Pak. Lagi narik napas saja .. Tadi koq nikmat banget yaa .., sedangkan Pak Parno belum ngapa-apain padaku .. Pakee .. Pak Parno juga hebat lhoo .. Baru di utik-utik saja aku sudah kelabakkan .. Hi hi hi ..’, aku berusaha membesarkan hati Pak Parno yang telah memberikan kepuasan tak terhingga ini.
Rupanya Pak Parno hanya ingin nge-cek
bahwa aku nggak tertidur. Dengan jawabanku tadi dengan penuh semangat
dia turun dari ranjang. Dia lepasin sendiri kemejanya, celana panjangnya
dan kemudian celana dalamnya. Baru pertama kali ini aku melihat lelaki
lain telanjang bulat di depanku selain Mas Adit suamiku. Wuuiihh .. aku
sangat tergetar menyaksikan tubuh Pak Parno.
Pada usianya yang lebih dari 55 tahun
itu, sungguh Pak Parno memiliki tubuh yang sangat seksi bagi para wanita
yang memandangnya. Bahunya bidang. Lengannya kekar, dengan otot-otot
yang kokoh. Perutnya nggak nampak membesar, rata dengan otot-otot perut
yang kencang, seperti papan penggilasan. Bukit dadanya yang kokoh,
dengan dua putting susu besar kecoklatan, sangat menantang menunggu
gigitan dan jilatan perempuan-perempuan binal. Dari tampilan tubuhnya
yang kekar dan macho ini, aku lihat Pak Parno adalah sosok penggemar
olahraga yang fanatik. Otot-otot di tubuhnya menunjukkan dia sukses
berolahraga selama ini.
Pandanganku terus meluncur ke bawah. Dan
yang paling membuatku serasa pingsan adalah .. kontolnya .. Aku belum
pernah melihat kontol lelaki lain .. Kontol Pak Parno sungguh-sungguh
merupakan kontol yang sangat mempesona dalam pandanganku saat ini.
Kontol itu besar, panjang, keras hingga nampak kepalanya berkilatan dan
sangat indah. Kepalanya yang tumpul seperti helm tentara Nazi, sungguh
merupakan paduan erotis dan powerful. Sangat menantang. Dengan sobekan
lubang kencing yang gede, kontol itu seakan menunggu mulut atau kemaluan
para perempuan yang ingin melahapnya.
Sesudah telanjang Pak Parno juga menarik
pakaianku, celana jeansku yang sedari tadi masih di separoh kakiku,
kemudian blus serta kutangku dilepasnya. Kini aku dan Pak Parno
sama-sama telanjang bulat. Pak Parno rebah di antara pahaku. Dia
langsung nyungsep di selangkanganku. Lidahnya menjilati kemaluanku.
Waduuiihh .. Ampunn .. Kenapa cara begini ini nggak pernah aku dapatkan
dari Mas Aditt ..
Lidah kasar Pak Parno menusuk dan
menjilati vaginaku. Bibir-bibir kemaluanku disedotinya. Ujung lidahnya
berusaha menembusi lubang vaginaku. Pelan-pelan nafsuku terpancing
kembali. Lidah yang menusuk lubang vaginaku itu membuat aku merasakan
kegatalan yang hebat. Tanpa kusadari tanganku menyambar kepala Pak Parno
dan jariku meremasi kembali rambutnya sambil mengerang dan
mendesah-desah untuk kenikmatan yang terus mengalir. Tanganku juga
menekan-nekan kepala itu agar tenggelam lebih dalam ke selangkanganku
yang makin dilanda kegatalan birahi yang sangat. Pantatku juga ikut
naik-naik menjemput lidah di lubang vaginaku itu.
Tak lama kemudian, Pak Parno memindahkan
dan mengangkat kakiku untuk ditumpangkan pada bahunya. Posisi seperti
itu merupakan posisi yang paling mudah bagi Pak Parno maupun bagi aku.
Dengan sedikit tenaga aku bisa mendesak-desakkan kemaluanku ke mulut Pak
Parno, dan sebaliknya Pak Parno tidak kelelahan untuk terus menciumi
kemaluanku. Terdengar suara kecipak mulut Pak yang beradu dengan bibir
kemaluanku. Dan desahan Pak Parno dalam merasakan nikmatnya kemaluanku
tak bisa disembunyikan.
Posisi ini membuat kegatalan birahiku
semakin tak terhingga hingga membuat aku menggeliat-geliat tak
tertahankan. Pak Parno sibuk memegang erat-erat kedua pahaku yang dia
panggul. Aku tidak mampu berontak dari pegangannya. Dan sampai pada
akhirnya dimana Pak Parno sendiri juga tidak tahan. Rintihan serta
desahan nikmat yang keluar dari mulutku merangsang nafsu birahi Pak
Parno tidak bisa terbendung.
Sesudah menurunkan kakiku, Pak Parno
langsung merangkaki tubuhku. Digenggamnya kontolnya, diarahkan secara
tepat ke lubang kemaluanku. Aku sungguh sangat menunggu detik-detik ini.
Detik-detik dimana bagiku untuk pertama kalinya aku mengijinkan kontol
orang lain selain suamiku merambah dan menembus memekku. Seluruh tubuhku
kembali bergetar, seakan terlempar ke-awang-awang. Sendi-sendiku
bergetar .. menunggu kontol Pak Parno menembus kemaluanku .. Aku hanya
bisa pasrah .. Aku nggak mampu lagi menghindar dari penyelewengan penuh
nikmat ini .. Maafin aku Mas Adit ..
Aku menjerit kecil saat kepala tumpul
yang bulat gede itu menyentuh dan langsung mendorong bibir vaginaku.
Rasa kejut saraf-saraf di bibir vaginaku langsung bereaksi. Saraf-saraf
itu menegang dan membuat lubang vaginaku menjadi menyempit. Dan
akibatnya seakan tidak mengijinkan kontol Pak Parno itu menembusnya. Dan
itu membuat aku penasaran,
‘Santai saja Mar, biar lemesan..’, terdengar samar-samar suara Pak Parno di tengah deru hawa nafsuku yang menyala-nyala.
‘Pakee .. Pakee .. ayyoo .. Pakee tulungi saya Pakee .. Puas-puasin ya Pakee.. Saya serahin seluruh tubuh saya untuk Pakee ..’, kedengerannya aku mengemis minta dikasihani.
‘Iyaa Dik Marr .. Sebentar yaa Dik Marr ..’, suara Pak Parno yang juga diburu oleh nafsu birahinya sendiri.
‘Pakee .. Pakee .. ayyoo .. Pakee tulungi saya Pakee .. Puas-puasin ya Pakee.. Saya serahin seluruh tubuh saya untuk Pakee ..’, kedengerannya aku mengemis minta dikasihani.
‘Iyaa Dik Marr .. Sebentar yaa Dik Marr ..’, suara Pak Parno yang juga diburu oleh nafsu birahinya sendiri.
Kepala helm tentara itu akhirnya
berhasil menguak gerbangnya. Bibir vaginaku menyerah dan merekah.
Menyilahkan kontol Pak Parno menembusnya. Bahkan kini vaginakulah yang
aktif menyedotnya, agar seluruh batang kontol gede itu bisa dilahapnya.
Uuhh .. aku merasakan nikmat desakan
batang yang hangat panas memasuki lubang kemaluanku. Sesak. Penuh. Tak
ada ruang dan celah yang tersisa. Daging panas itu terus mendesak masuk.
Rahimku terasa disodok-sodoknya. Kontol itu akhirnya mentok di mulut
rahimku. Terus terang belum pernah se-umur-umurku rahimku ngrasain
disentuh kontol Mas Adit. Dengan sisa ruang yang longgar, kontol suamiku
itu paling-paling menembus ke vaginaku sampai tengahnya saja. Saat dia
tarik maupun dia dorong aku tidak merasakan sesak atau penuh seperti
sesak dan penuhnya kontol Pak Parno mengisi rongga vaginaku saat ini.
Kemudian Pak Parno mulai melakukan
pemompaan. Ditariknya pelan kemudian didorongnya. Ditariknya pelan
kembali dan kembali didorongnya. Begitu dia ulang-ulangi dengan
frekewnsi yang makin sering dan makin cepat. Dan aku mengimbangi secara
reflek. Pantatku langsung pintar. Saat Pak Parno menarik kontolnya,
pantatku juga menarik kecil sambil sedikit ngebor. Dan saat Pak Parno
menusukkan kontolnya, pantatku cepat menjemputnya disertai goyangan
igelnya.
Demikian secara beruntun, semakin cepat,
semakin cepat, cepat, cepat, cepat, cepat, cepaatt ..ceppaatt.
Payudaraku bergoncang-goncang, rambutku terburai, keringatku, keringat
Pak Parno mengalir dan berjatuhan di tubuh masing-masing, mataku dan
mata Pak Parno sama-sama melihat keatas dengan menyisakan sedikit putih
matanya. Goncangan makin cepat itu juga membuat ranjang kokoh itu ikut
berderak-derak. Lampu-lampu nampak bergoyang, semakin kabur, kabur,
kabur. Sementara rasa nikmat semakin dominan. Seluruh gerak, suara,
nafas, bunyi, desah dan rintih hanyalah nikmat saja isinya.
‘Mirnaa .. Ayyoo.. Enakk nggak kontol
padee Mirr, enak yaa.. enak Mirr .. ayyoo bilangg enak mana sama kontol
si Adit .. Ayoo Mirr enak mana sama kontol suamimu ayoo bilangg ayyoo
enakan manaa ..’, Pak Parno meracau.
‘Pakee .. enhaakk.. pakee.. Enhakk kontol pakee .. Panjangg .. Uhh gedhee bangett .. pakee.. Enakan kontol Pak Parnoo ..’.
‘Pakee .. enhaakk.. pakee.. Enhakk kontol pakee .. Panjangg .. Uhh gedhee bangett .. pakee.. Enakan kontol Pak Parnoo ..’.
Posisi nikmat ini berlangsung
bermenit-menit. Tanpa terasa pergumulan birahi ini sudah berjalan lebih
dari 1 jam. Suasana erotis tampak sangat indah dan menonjol. Erangan dan
desahan erotik keluar bersahut-sahutan dar mulut kami. Kulihat tubuh
kekar Pak Parno tampak berkilatan karena keringatnya. Dan hal itu
membuat Pak Parno jauh terlihat seksi di mataku. Kulihat keringatnya
mengalir dari lehernya, terus ke dada bidangnya, dan akhirnya ke
tonjolan otot di perutnya. Dengan gemas kupermainkan putting susunya
yang bekilatan itu. Kugigiti, kujilati, kuremas-remas. Dan Pak Parno
yang merasakan itu, tambah buas gerakannya. Sodokan kontolnya tambah
kencang di memekku dan kurasakan tangan-tangannya yang kasar merambahi
payudaraku.
Pada akhirnya, setelah hampir 2 jam kami
bercinta, aku mendapat orgasmeku 2 kali secara berturut-turut. Itu yang
ibu-ibu sering sebut sebagai multi orgasme. Bukan mainn .. hanya dari
Pak Parno aku bisa meraih multi orgasmeku inii .. Oohh Pak Parnoo..
terima kasihh .. Pak Parno mau memuaskan akuu.. Sekarangg ayoo .. Pakee
biar aku yang memuaskan kamuu .. 10 menit kemudian…
Dan kontol Pak Parno aku rasakan berdenyut keras dan kuat sekali.. Kemudian menyusul denyut-denyut berikutnya. Pada setiap denyutan aku rasakan vaginaku sepertinya disemprot air kawah yang panas. Sperma Pak Parno berkali-kali muntah di dalam vaginaku.
Dan kontol Pak Parno aku rasakan berdenyut keras dan kuat sekali.. Kemudian menyusul denyut-denyut berikutnya. Pada setiap denyutan aku rasakan vaginaku sepertinya disemprot air kawah yang panas. Sperma Pak Parno berkali-kali muntah di dalam vaginaku.
Uhh .. Aku jadi lemess bangett .. Nggak
pernah sebelumnya aku capek bersanggama. Kali ini seluruh urat-urat
tubuhku serasa di lolosi. Dengan telanjang bulat kami sama telentang di
ranjang motel ini. Di sinilah akhirnya terjadi untuk pertama kalinya aku
serahkan nonokku beserta seluruh tubuhku kepada lelaki bukan suamiku,
Pak Parno. Dan aku heran .. pada akhirnya.. tak ada rasa sesal sama
sekali dari hatiku pada Mas Adit. Aku sangat ikhlaskan apa yang telah
aku serahkan pada Pak Parno tadi. Dan dalam kenyataan aku mendapatkan
imbalan kepuasan dari Pak Parno yang sangat hebat.
Di motel ini aku mengalami 3 kali
orgasme. Dua kali beruntun aku mengalami orgasme dalam satu kali
persetubuhan dan yang pertama sebelumnya, yang hanya dengan gumulan,
ciuman dan jilatan Pak Parno di ketiakku sembari tangannya ngobok-obok
kemaluanku aku bisa mendapatkan orgasme yang sangat memberikan kepuasan
pada libidoku. Hal itu mungkin disebabkan karena adanya sensasi-sensasi
yang timbul dari sikap penyelewengan yang baru sekali ini aku lakukan.
Yaa.. pada akirnya aku toh berhak mendapatkannya .. tanpa menunggu Mas
Adit yang sangat egois.
Sesungguhnya aku ingin tinggal lebih
lama lagi di tempat birahi ini, namun Pak Parno mengingatkan bahwa waktu
bernikmat-nikmat yang pertama kali kami lakukan ini sudah cukup lama.
Pak Parno khawatir orang-orang rumah menunggu dan bertanya-tanya. Pak
Parno mengajak selekasnya kami meninggalkan tempat ini dan kembali
menyelesaikan pekerjaan yang telah kami sanggupi pada Mbak Surti dalam
rangka membantu hajatannya.
Setelah kami mandi dan membersihkan
tanda-tanda yang kemungkinan mencurigakan, kami kembali ke jalanan.
Ternyata kemacetan jalan menuju ke Senen ini sangat parah di siang hari
ini. Dengan adanya pembangunan jembatan layang pada belokan jalan di
Galur, antrean mobil macet sudah terasa mulai dari pasar Cempaka Putih.
Mobil Pak Parno serasa merangkak. Untung AC mobilnya cukup dingin
sehingga panasnya Jakarta tidak perlu kami rasakan.
Sepanjang kemacetan ini pikiranku selalu
kembali pada peristiwa yang barusan aku alami bersama Pak Parno tadi.
Lelaki tua ini memang hebat. Dia sangat kalem dan tangguh. Dia sangat
sabar dan berpengalaman menguasai perempuan. Dialah yang terbukti telah
memberikan padaku kepuasan seksual. Paduan kesabaran, tampilan ototnya
yang kekar, postur tegap tubuhnya, serta kontol gedenya yang indah
membuat aku langsung takluk secara iklas padanya. Aku telah serahkan
seluruh tubuhku padanya. Dan Pak Parno tidak sekedar menerimanya untuk
kepentingannya sendiri, tetapi dia sekaligus membuktikan bahwa
kenikmatan hubungan seksual yang sebenar-benarnya adalah apabila pihak
lelaki dan pihak perempuannya bisa mendapatkan kepuasannya secara adil
dan setara. Dan aku merasakannya .. tapi .. Benar adilkah ..?
Ah .. pertanyaan itu tiba-tiba
mengganguku. Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku bahwa dari hubungan
badan tadi, aku berhasil merasakan orgasmeku hingga 3 kali. Sementara
Pak Parno hanya mengeluarkan spermanya sekali saja. Artinya dia meraih
kepuasan dalam hubungan seksual dengan aku tadi hanya sekali. Ahh
..adakah hal ini menjadi masalah untuk hubunganku dengan Pak Parno
selanjutnya ..? Kenapa dia banyak diam sejak keluar dari motel tadi ..?
Aku menjadi gelisah, aku kasihan pada Pak Parno apabila dia masih menyimpan dorongan birahinya. Apabila belum seluruh cairan birahinya secara tuntas tertumpah. Bukankah hal demikian itu bagi lelaki akan menimbulkan semacam kegelisahan ..? Apa yang harus aku lakukan ..??
Aku menjadi gelisah, aku kasihan pada Pak Parno apabila dia masih menyimpan dorongan birahinya. Apabila belum seluruh cairan birahinya secara tuntas tertumpah. Bukankah hal demikian itu bagi lelaki akan menimbulkan semacam kegelisahan ..? Apa yang harus aku lakukan ..??
‘Pak, tadi puas nggak Pak..?’, aku memberanikan diri untuk bertanya.
‘Bukan main Dik Mar, aku sungguh sangat puas’, begitu jawabnya.
Suatu jawaban yang sangat santun yang justru semakin besar kekhawatiranku. Jawaban macam itu pasti akan keluar dari setiap ‘gentlemen’. Aku harus amati dari sudut yang lain. Kulihat dibawah kemudi Kijangnya. Nampak celananya masih menggunung. Artinya kontolnya masih ngaceng. Aku nekat. Kuraba saja tonjolan celananya itu.
‘Ininya koq masih ngaceng Pak? Masih pengin yaa?? Tadi masih mau lagi yaa??’, sambil tanganku terus memijiti gundukkan itu. Dan terbukti semakin membesar dan mengeras.
Pak Parno diam saja. Aku tahu pasti dia menikmati pijatanku ini. Aku teruskan. Tanganku meremasi, mengurut-urut.
‘Hheehh ..dik Marr .. enak sekali tangan Dik Marr yaa..’.
‘Bukan main Dik Mar, aku sungguh sangat puas’, begitu jawabnya.
Suatu jawaban yang sangat santun yang justru semakin besar kekhawatiranku. Jawaban macam itu pasti akan keluar dari setiap ‘gentlemen’. Aku harus amati dari sudut yang lain. Kulihat dibawah kemudi Kijangnya. Nampak celananya masih menggunung. Artinya kontolnya masih ngaceng. Aku nekat. Kuraba saja tonjolan celananya itu.
‘Ininya koq masih ngaceng Pak? Masih pengin yaa?? Tadi masih mau lagi yaa??’, sambil tanganku terus memijiti gundukkan itu. Dan terbukti semakin membesar dan mengeras.
Pak Parno diam saja. Aku tahu pasti dia menikmati pijatanku ini. Aku teruskan. Tanganku meremasi, mengurut-urut.
‘Hheehh ..dik Marr .. enak sekali tangan Dik Marr yaa..’.
Biarlah, biarlah aku akan selalu
memberikan yang aku bisa. Dengan berbagai style, tanganku terus meremasi
dan mijit gundukkan kontol itu. Tetapi lama kelamaan justru tanganku
sendiri makin menikmati kenikmatan memijit-mijit itu. Dan semakin lama
justru aku yang nyata semakin kelimpungan. Aku kenang kembali kontol
gede ini yang 40 menit yang lalu masih menyesaki kemaluanku. Yang tanpa
meninggalkan celah sedikitpun memenuhi rongga vaginaku. Dan ujungnya ini
yang untuk pertama kalinya bisa mentok ke dinding rahimku.. ah
nikmatnya ..
‘Pakee.. Aku pengin lagii ..’, aku berbisik dengan setengah merintih.
‘Kita cari waktu lagi Dik Mar .., gampang.., Dik Mar khan bisa bilang pada Mas Adit, mau ke Carrefour atau ke Mangga Dua cari barang apa.. gitu’.
‘Iyaa siihh.. Boleh dibuka ya Pak. Aku pengin lihat lagi nih jagoan Pak ..’, sambil aku melempar senyum serta melirikkan mataku ke Pak Parno melihat reaksinya.
‘Boleehh ..’, dia jawab tanpa melihat ke aku, karena keramaian lalu lintas yang mengharuskan Pak Parno berkonsentrasi.
‘Kita cari waktu lagi Dik Mar .., gampang.., Dik Mar khan bisa bilang pada Mas Adit, mau ke Carrefour atau ke Mangga Dua cari barang apa.. gitu’.
‘Iyaa siihh.. Boleh dibuka ya Pak. Aku pengin lihat lagi nih jagoan Pak ..’, sambil aku melempar senyum serta melirikkan mataku ke Pak Parno melihat reaksinya.
‘Boleehh ..’, dia jawab tanpa melihat ke aku, karena keramaian lalu lintas yang mengharuskan Pak Parno berkonsentrasi.
Tanganku sigap. Pertama-tama kukendorkan
dulu ikat pinggangnya. Kemudian kubuka kancing utamanya. Selanjutnya
kuraih resluitingnya hingga nampak celana dalamya yang kebiruan. Di
belakang celana dalam itu membayang alur daging sebesar pisang tanduk
yang mengarah ke kanan. Oouu.. ini kali yang namanya stir kanan.. Kalau
stir kiri, mengarahnya kekiri tentunya.
Dengan tidak sabar kubetot kontol Pak
Parno dari sarangnya. Melalui pinggiran kanan celana dalamnya, kontol
Pak Parno mencuat keluar. Gede, panjang, kepalanya yang bulat
berkilatan. Dan pada ujung kepala itu ada secercah titik bening. Oooww
..baru sekarang aku berkesempatan memperhatikan kontol ini dari jarak
yang sangat dekat, bahkan dalam genggamanku.
Rupanya precum Pak Parno telah terbit di
ujung kepalanya. Precum itu muncul dari lubang kencingnya. Uuuhh ..
indahnyaa .. bisakah aku nggak bisa menahan diri ..??
‘Pak Parno pengin khan..??’, kembali aku berbisik.
‘Heehh .. Dik Mar mau bantu Pak Parno nih ..??’, jawaban yang disertai pertanyaan balik.
‘Gimana bantunya Pak.., berhenti duluu .. Cari tempat lagii .. Hayoo..’, jawabanku enteng.
‘Nggak begitu Dik Mar, kita nggak mungkin berhenti lagi. Ya ini khan macet nih jalanan. Maksudku, apakah .. eehh .. Dik Mar marah nggak kalau aku bilang ini ..??’.
‘Nggak pa pa Pak, saya rela koq, dan saya pengin bantu bener-bener, Pak’.
‘Dik Mar pernah mengisep punya Mas Adit khan?’.
‘Ooo.. Kk.. kaalau ii.. ttuu terus terang aku belum pernah Pak.., kalau lihat punya Mas Adit rasanya aku geli gituu.. jijikk gituu ..’.
‘Kalau lihat punya saya inii.?’, dia terus mendesak dengan pertanyaan yang terus terang aku nggak bisa menjawab secara cepat.
‘Heehh .. Dik Mar mau bantu Pak Parno nih ..??’, jawaban yang disertai pertanyaan balik.
‘Gimana bantunya Pak.., berhenti duluu .. Cari tempat lagii .. Hayoo..’, jawabanku enteng.
‘Nggak begitu Dik Mar, kita nggak mungkin berhenti lagi. Ya ini khan macet nih jalanan. Maksudku, apakah .. eehh .. Dik Mar marah nggak kalau aku bilang ini ..??’.
‘Nggak pa pa Pak, saya rela koq, dan saya pengin bantu bener-bener, Pak’.
‘Dik Mar pernah mengisep punya Mas Adit khan?’.
‘Ooo.. Kk.. kaalau ii.. ttuu terus terang aku belum pernah Pak.., kalau lihat punya Mas Adit rasanya aku geli gituu.. jijikk gituu ..’.
‘Kalau lihat punya saya inii.?’, dia terus mendesak dengan pertanyaan yang terus terang aku nggak bisa menjawab secara cepat.
Masalahnya aku dihadapkan pada sesuatu
hal yang bener-bener belum pernah aku lakukan, bahkan pun dalam khayalan
seksualku. Pasti yang Pak Parno inginkan adalah aku mau mengisep-isep
kontolnya itu, yaa khan? Tapi aku juga berpikir cepat .. Tadi sewaktu di
motel, Pak Parno membenamkan wajahnya ke selangkanganku tanpa
risah-risih. Kemudian dijilatinya vaginaku, kelentitku, lubang
kemaluanku. Dia juga menelan cairan-cairan birahiku. Aku jadi ingat
prinsip adil dan setara yang aku sebutkan di atas tadi.
Mestinya aku yaa.. nggak usah ragu-ragu
untuk berlaku mengimbangi apa yang telah dilakukan Pak Parno padanya.
Dia telah menjilati, menyedoti kemaluanku. Dan aku sangat menikmati
jilatan dahsyatnya. Dan sekarang Pak Parno seakan menguji padaku.
Bisakah aku bertindak adil dan setara juga pada dia. Aku membayangkan
kontol itu di mulutku ..
‘Dik Mar, sperma itu sehat lhoo, bersih,
steril.. dan banyak vitaminnya. Itu dokter ahli lho yang ngomong.
Cobalah, kontol Pak Parno ini pasti sedap kalau Dik Mar mengulumnya.. ‘,
aku sepertinya mendengar sebuah permohonan.
Aku kasihan juga pada Pak Parno. Mungkin
dia sudah mengharapkan sejak awal jalan bersama dari rumah tadi.
Mungkin bahkan dia sudah mengharapkan jauh beberapa waktu yang lalu. Dan
kini saat aku sudah berada disampingnya harapan itu nggak terkabul. Ah,
aku jadi iba .. Kulihat kembali kontol indah Pak Parno. Yaa..
benar-benar indah..apa artinya indah itu .. Kalau memang itu indah
..sudah semestinya kalau aku menyukainya ..dan kalau aku menyukainya ..
mestinya aku nggak jijik ataupun geli .. Dan lihat precum itu.. Juga
indah khan, bening, murni, dan mungkin juga wangi ..dan asin .. Dan..
Banyak lho yang sangat menyukainya .., menjilatinya, meminumnya ..
Tahu-tahu aku sudah merunduk,
mendekatkan wajahku, mendekatkan bibirku ke kontol Pak Parno yang indah
itu. Dan tanpa banyak tanya lagi aku telah mengambil keputusan .. Ah,..
ujung lidahku kini menyentuh, menjilat dan merasakan lendir lembut dan
bening milik Pak Parno. Yaahh .. asinnya yang begitu lembutt..
‘Dik Maarr .. Uhh enakk bangett sihh ..’, kepalaku dielus-elusnya. Dan dia sibakkan rambutku agar tidak menggangu keasyikanku. Dan selanjutnya dengan penuh semangat aku mengkulum kontol Pak Parno di mobil yang sempit itu. Kemudian Pak Parno sedikit memundurkan tempat duduknya.
‘Dik Marr .. Terus Dik Marr .. Kamu pinter banget siihh .. uuhh Dik Marr..’, aku terus memompa dengan lembut. Banyak kali aku mengeluarkan kepala itu dari mulutku.. Aku menjilati tepi-tepinya .. Pada pangkal kepala ada alur semacam cincin atau bingkai yang mengelilingi kepala itu. Dan sobekan lubang kencingnya itu .. kujilati habis-habisan ..
‘Marr.. enak bangett .. akau mau keluar nihh Dik Marr .. Aku mau keluar nihh ..’, aku tidak menghiraukan kata-katanya, mungkin maksudnya peringatan untukku, jangan sampai air maninya tumpah di mulutku. Dia masih khawatir bahwa mungkin aku belum bisa menerimanya.
‘Dik Maarr .. Uhh enakk bangett sihh ..’, kepalaku dielus-elusnya. Dan dia sibakkan rambutku agar tidak menggangu keasyikanku. Dan selanjutnya dengan penuh semangat aku mengkulum kontol Pak Parno di mobil yang sempit itu. Kemudian Pak Parno sedikit memundurkan tempat duduknya.
‘Dik Marr .. Terus Dik Marr .. Kamu pinter banget siihh .. uuhh Dik Marr..’, aku terus memompa dengan lembut. Banyak kali aku mengeluarkan kepala itu dari mulutku.. Aku menjilati tepi-tepinya .. Pada pangkal kepala ada alur semacam cincin atau bingkai yang mengelilingi kepala itu. Dan sobekan lubang kencingnya itu .. kujilati habis-habisan ..
‘Marr.. enak bangett .. akau mau keluar nihh Dik Marr .. Aku mau keluar nihh ..’, aku tidak menghiraukan kata-katanya, mungkin maksudnya peringatan untukku, jangan sampai air maninya tumpah di mulutku. Dia masih khawatir bahwa mungkin aku belum bisa menerimanya.
Tetapi apa yang terjadi padaku kini
sudah langsung berbalik 180 derajat. Rasanya justru aku kini yang
merindukannya. Dan aku memang merindukannya. Aku pengin banget merasakan
sperma seorang lelaki langsung tumpah dari kontolnya langsung ke
mulutku. Dan lelaki itu adalah Pak Parno, yang bukan suamiku sendiri.
Aku terus menjilati, menyedoti. Batangnya, pangkalnya, pelernya, sejauh
bisa bibir atau lidahku meraihnya, disebabkan tempat yang sempit ini,
semua bagian kontolnya itu aku rambah dengan mulutku.
Dan pengalaman pertama itu akhirnya
hadir. Saat mulutku mengkulum batangan gede panjang milik Pak Parno itu,
aku rasakan kembali ada kedutan besar dan kuat. Kedutan itu kemudian
disusul dengan kedutan-kedutan berikutnya. Kalau yang aku rasakan di
motel tadi kedutan-kedutan kontol Pak Parno dalam lubang vaginaku,
sekarang hal itu aku rasakan di rongga mulutku. Kontol Pak Parno
memuntahkan laharnya. Cairan, atau tepatnya lendir yang hangat panas
nyemprot langit-langit rongga mulutku. Sperma Pak Parno tumpah memenuhi
mulutku. Entah berapa kali kedutan tadi. Tetapi sperma dalam mulutku ini
nggak sempat aku telan seluruhnya karena saking banyaknya.
Sperma Pak Parno berleleran di pipiku,
daguku, bahkan juga ke kening dan rambut panjangku. Kontol Pak Parno
masih berkedut-kedut saat kukeluarkan dari mulutku. Dan aku raih kembali
untuk kuurut-urut agar semua sperma yang tersisa bisa terkuras keluar.
Mulutku langsung menyedotinya. Sekali lagi, pengalaman pertama nyeleweng
ini benar-benar memberiku daftar panjang hal-hal baru yang sangat
sensasional bagiku. Dan aku makin merasa pasti, hal-hal itu nggak
mungkin aku dapatkan dari Mas Adit, suamiku tercinta.
Sesuai rencana, aku diturunkan di Pasar
Senen oleh Pak Parno. Sungguh aku keberatan untuk perpisahan ini.
Kugenggam tangannya erat-erat, untuk menunjukkan betapa besarnya arti
Pak Parno bagiku. Aku berjalan dengan gontai saat menuju toko kertas
dekorasi itu.
Saat aku turun dari taksi sesampai di
rumah, Mbak Surti nampak cemberut. Aku biarkan. Pada temen yang lain aku
bilang banyak bahan yang aku cari stoknya habis sehingga aku menunggu
cukup lama. Di ujung jalan sana kulihat mobil Kijang Pak Parno. Mungkin
sudah lama lebih dahulu nyampai di kompleks. Orang-orang pemasang tenda
dan pengatur sound system sudah mulai melaksanakan tugasnya. 2 jam lagi
acara akan dimulai.
Aku pamit pulang sebentar, untuk
menengok rumah. Mas Adit belum pulang. Aku mandi lagi sambil mengenang
peristiwa indah yang kualami sekitar 2,5 jam yang lalu. Saat sabunku
menyentuh kemaluanku, masih tersisa rasa pedih pada bibirnya. Mungkin
jembut Pak Parno tersangkut saat kontolnya keluar masuk menembus
memekku. Dan itu biasanya menimbulkan luka kecil yang terasa pedih pada
bibir vaginaku saat terkena sabun seperti ini.
0 komentar:
Posting Komentar